Hermeneutika adalah kegiatan untuk terjemah dan menerjemahkan
suatu hal. Dengan kata lain hermenunitika merupakan bentuk penafsiran akan
suatu hal. Bentuk spiritual dari hermeunitika adalah silaturahim. Oleh karena
itu, hermeneutika dalam pembelajaran matematika sangat diperlukan agar siswa
dapat bersilaturahim dan mengenal matematika lebih baik. Dengan demikian diharapkan
proses pembelajaran matematika mampu membantu siswa untuk memahami matematika
dan mengeksplor matematika lebih mendalam dalam rangka menemukan solusi suatu permasalahan matematika.
Sebagai salah satu bentuk hermeunitika dalam
pembelajaran matematika, maka pada perkuliahan filsafat ilmu tertanggal 28 November
2017, Prof menyampaikan hasil presentasi beliau di Chiang Mai tentang The
Iceberg Approach of Learning Fractions in Junior High School: Teachers’ Reflection
Prior to Lesson Study Activities. Iceberg Approach merupakan gambaran gunung
es matematika realistik sebagai salah satu pendekatan untuk berhermeneutika
dalam pembelajaran matematika. Artinya bahwa matematika harus
dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia.
Hal ini sejalan dengan pengertian matematika sekolah menurut Ebutt dan Straker
yang menyampaian bahwa matematika merupakan kegiatan investigasi, penelusuran
pola dan hubungan, problem solving, serta komunikasi. Ini berarti matematika
harus dekat dengan siswa dan relevan dengan kehidupan sehari-hari. Realistik
dalam hal ini tidak harus mengacu pada hal-hal realitas tetapi lebih kepada
benda-benda konkret yang dapat diindra oleh siswa. Frans Moerland (2004)
memvisualisasikan proses matematisasi dalam pembelajaran matematika realistik
sebagai proses pembentukan gunung es (iceberg). Visualisasi dari proses
matematisasi ini digambarkan sebagai berikut.
Berdasarkan iceberg
approach oleh Moerland
(20014) bagian paling bawah berisi objek-objek matematika yang ada di kehidupan
sehari-hari, di atasnya terdapat model matematika, lalu di atasnya lagi ada
hubungan angka, dan bagian paling atas berisi notasi formal matematika. Pada
pembelajaran matenatika di Indonesia, pendekatan gunung es matematika ini diibaratkan
sebagai pendekatan gunung berapi. Matematika formal bagaikan lava di kawah
gunung dan matematika sekolah merupakan kehidupan di lembah gunung. Kehidupan
di lembah gunung didominasi oleh siswa sekolah dasar, sedangkan lava gunung
adalah pemikiran orang dewasa (dalam kasus ini guru). Oleh karena itu, dalam
mengajarkan matematika kepada siswa sebaiknya guru melibatkan objek-objek yang
ada di dalam kehidupan sehari-hari. Apabila guru langsung mengajarkan
matematika kepada siswa dengan memberikan rumus-rumus matematika maka guru
tersebut telah memuntahkan lava gunung berapi yang akan merusak kehidupan (pemikiran)
siswa. Hal ini akan menjadi bencana bagi siswa jika siswa tidak siap belajar
matematika. Sebaliknya matematika akan menjadi berkah bagi siswa yang siap belajar
matematika. Dengan demikian sudah selayaknya guru dapat memfasilitasi siswa
untuk belajar (bersilaturahim dengan matematika) melalui aktivitas-aktivitas realistik
yang dikaitkan dengan kehidupan nyata.